Perjuangan
AKBP Tien Abdullah dkk untuk mengenakan jilbab saat menjalankan tugas di
lapangan tampaknya masih panjang. Ketika dikonfirmasi kepada salah seorang
politisi PPP di Senayan yang juga merupakan anggota komisi III DPR RI, ia mengatakan
bahwa saat dengar pendapat dengan Kapolri, Jenderal Polisi Sutarman telah berjanji
dalam forum rapat tersebut, untuk secepatnya pada akhir Desember 2013 akan ada
peraturan Kapolri (Perkap) yang membolehkan Polwan berjilbab. Namun, janji
tersebut belum juga dipenuhi. Entah
kenapa? Tak ada penjelasan resmi dari
Kapolri kenapa janji tersebut belum dapat direalisasikan.
Pernyataan lisan orang nomor satu di institusi
kepolisian negara itu, merupakan angin segar perubahan bagi Polwan yang hendak
memakai jilbab dan atau yang telah memakai jilbab, mereka dapat bernapas dengan
lega, setidaknya Polwan yang mengenakan jilbab tidak perlu khawatir atau
ragu-ragu dalam mengekspresikan keyakinan mereka sebagai seorang muslimah – sesuai
syari’at Islam dan dilindungi UU - namun bagai fatamorgana, pernyataan Sang
Jenderal mantan Kabareskrim Polri tersebut seolah tak berbekas dan tak ada artinya,
karena selang beberapa hari kemudian setelah pernyataan itu disampaikan, muncul
pernyataan yang bertolak belakang diiringi dengan beredarnya surat/telegram rahasia
dari Wakapolri Oegroseno kepada semua jajaran
kepolisian di seluruh Indonesia, dimana isi surat tersebut ‘melarang’ polisi
wanita terkecuali di Nanggroe Aceh Darussalam untuk sementara waktu tidak
memakai seragam berjilbab terlebih dahulu hingga diterbitkannya peraturan
kapolri (Perkap) tentang hal tersebut.
Yang menarik
dan menjadi perhatian, sekaligus pertanyaan dari masyarakat adalah apa
sesungguhnya yang sedang terjadi di institusi kepolisian negara ini, ada apa?
Ada hal-hal khusus yang sulit dinalar, perjuangan panjang AKBP Tien Abdullah
dkk untuk mendapatkan restu dan legalitimasi dari pimpinan tertinggi mereka di
institusi Polri belum juga berakhir, mimpi mereka untuk dapat memakai jilbab
pada saat bertugas di lapangan – tidak hanya Serse dan Intel -- belum menjadi kenyataan.
Sebagian
dari Polwan berjilbab terpaksa harus melepas kembali jilbabnya karena dianggap
melanggar aturan, bagi Polwan yang “membangkang” dan tetap mengenakan jilbab dilarang
mengikuti kegiatan resmi kepolisian, seperti apel pagi dan lain sebagainya, bahkan “diancam” akan di
BKO – kan dan atau dinon-job-kan.
Alasan
yang dikemukakan pimpinan Polri bahwa, belum ada aturan khusus terkait seragam
Polwan berjilbab, dan tidak adanya anggaran, serta sejumlah alasan lainnya
dinilai sebagian masyarakat sebagai alasan yang dibuat-buat dan merupakan
sebuah upaya untuk mengulur-ulurkan waktu hingga masalah ini dilupakan begitu
saja. Dari sudut pandang lain, pimpinan Polri
dinilai telah melanggar HAM karena telah mengekang - Polwan berjilbab – hak
atas kebebasan mereka dalam menjalankan syari’at agama (Islam) yang dijamin
oleh negara di dalam UUD’45. Lihat UUD’45 hasil amandemen Pasal 28 E Ayat 1 dan
2, jo Pasal 29 Ayat 2.
Polwan
mengenakan jilbab sesungguhnya juga tidak bertentangan dengan Tribrata Polri, yaitu
(1) Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan yang
Maha Esa. (2) Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam
menegakkan hukum negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945. (3) Senantiasa melindungi, mengayomi, dan
melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban. Untuk
itu, tidak ada alasan bahwa Polwan berjilbab adalah melanggar
aturan. “Polwan yang berjilbab tetap dapat
menjalankan tugasnya tanpa ada yang merasa risih dan terganggu sedikitpun, kami
bahkan mendapat dukungan dari masyarakat”. Demikian pengakuan salah seorang
Polwan berjilbab kepada penulis.
Sangat
ironis, Indonesia negara yang mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia saat
ini, harus berjuang keras untuk membela hak asasinya, demi menjalankan dan
mengekspresikan keyakinannya dengan mengenakan jilbab, bahkan tidak jarang mendapat tekanan dan perlakukan yang tidak
menyenangkan dari mereka yang tidak menghendaki Polwan RI berjilbab.
Bandingkan
dengan Canada, polisi
perempuan atau Polwan, di Edmonton, Alberta, Canada, kini diizinkan untuk
memakai jilbab sebagai bagian dari seragam mereka. Salah satu alasan
diijinkannya Polwan berjilbab di sana, karena hal ini
merupakan sebuah upaya positif dari lembaga kepolisian negara tersebut untuk lebih mencerminkan
"keanekaragaman yang sedang terjadi di masyarakat, dan untuk memfasilitasi
pertumbuhan minat karier di kepolisian dari komunitas Muslim Edmonton". Demikian
menurut sebuah siaran pers polisi setempat, sebagaimana dikutip kompas online.
Menarik untuk dicermati, Canada
yang penduduk muslimnya minoritas, mengakomodir perempuan muslim untuk ikut
serta bela negara di kepolisisan tanpa harus menanggalkan identitas seorang
muslimah dengan menggunakan jilbab.
Sementara itu jika kita sedikit berfilosofi, semakin banyak orang yang
menta’ati agama dan mempertahankan prinsip syari’at di dalam institusi, tentu
akan lebih baik dan tidak akan banyak penyelewengan, suatu institusi akan
sangat berkualitas, sebab pemimpin dan yang dipimpinnya adalah orang-orang yang
memegang teguh ajaran agama. Jauh dari jiwa yang korup dan semena-mena,
mempunyai sifat amanah dan adil, karena itulah prinsip dari syari’at agama.
Untuk
itu, tanpa harus berapologi dan berpolemik panjang, sebaiknya Kapolri sesegera mungkin
– sebagaimana janji Kapolri pada saat rapat bersama komisi III DPR RI, awal
Desember 2013 – mengeluarkan Perkap tentang seragam Polri dengan merevisi
segera Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang
sebutan penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS polisi. Dimana Perkap tersebut hanya membolehkan
Polwan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) untuk menggunakan jilbab. Berjilbab
bagi Polwan bukanlah merupakan sebuah pelanggaran, sehingga tidak ada lagi alasan untuk segera
diterbitkannya Perkap tentang pakaian dinas seragam Polwan berjilbab.
*) Kinkin
Mulyati, SH.I adalah Pengajar
dan aktivis dakwah, Direktur LPQ-QH, Calon Anggota Legislatif DPR RI Partai
Persatuan Pembangunan No. Urut 6, Dapil Jabar VI (Kota Bekasi – Kota Depok).
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Masukan Kritik dan Saran Anda