MENUJU INDONESIA BARU YANG BERMARTABAT ;
BEBAS KORUPSI DAN NARKOBA STOP KEKERASAN
TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK
A. Abstraksi
Lima
belas tahun sudah reformasi dilakukan, namun tak ada satu pun dari anak negeri
ini berani menjamin dan berkata bahwa reformasi yang disuarakan dan dipelopori
oleh kalangan muda serta mahasiswa pada tahun 1998, sudah berjalan sesuai
cita-cita reformasi.
Salah
satu cita-cita reformasi adalah pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme). Cita-cita reformasi ini kemudian diimplementasikan oleh MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat) dalam sidang tahunan tahun 1998 dengan
mengeluarkan Tap MPR No. XI Tahun 1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Dari Tap ini lahirlah badan
KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara). Namun, keberadaan Badan
ini tidak efektif serta pasif, tugasnya hanya melaporkan kekayaan pejabat
negara ke penegak hukum, namun tak ada tindakan tegas, khususnya bagi aparat
dan atau pejabat negara yang melakukan korupsi.
Masalah
pemberantasan korupsi ini pun kemudian dievaluasi. Tap. MPR No. XI Tahun 1998
dirasa tidak cukup untuk melakukan pemberantasan korupsi sehingga pada Tahun
2001 dikeluarkanlah Tap. MPR No. VIII Tahun 2001 Tentang Rekomendasi Arah
Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Keberadaan Tap MPR ini diharapkan dapat merupakan sebuah upaya dan atau jalan
keluar untuk mempercepat pemberantasan korupsi, Tap MPR ini secara eksplisit
merekomendasikan lahirnya undang-undang dan badan-badan pencegahan korupsi,
termasuk diantaranya adalah KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi).
Dalam
perjalanan waktu, diakui bahwa infrastruktur pemberantasan korupsi sebenarnya
belum cukup memadai, pemberantasan korupsi masih terkesan jalan di tempat. Ada
faktor perundang-undangan dan non perundangan-undangan yang menjadi
penghalang sehingga pemberantasan korupsi seperti berjalan tertatih-tatih dan
perlu adanya lecutan dari luar, pemberantasan korupsi harus mendapatkan
dukungan penuh dari civil society, tidak terkecuali partai politik.
Data
yang dirilis KPK menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia masih tinggi, masif dan
luas. Karenanya, harus ada keterpaduan dalam menangani korupsi yang meliputi
pencegahan, pemberantasan, monitoring serta supervisi. Dari penindakan yang
dilakukan KPK, sepanjang tahun 2004 hingga 2011, terdapat 332 kasus yang sudah
ditangani. Sepanjang 2004 sampai Agustus 2012, KPK juga menerima 55.964 laporan
pengaduan dari masyarakat. Sedangkan di bidang pencegahan, KPK telah berhasil
menyelamatkan uang negara dari sektor migas sejumlah Rp. 152 triliun lebih, dan
dari hak milik negara berjumlah Rp 2 triliun lebih.
Selain
itu, data lain yang disampaikan oleh Polri bahwa pada tahun 2005 terdapat 259
kasus korupsi, dengan melibatkan keuangan negara mencapai Rp 21 miliar.
Sementara pada tahun 2012 (data hingga November) jumlah perkara korupsi yang ditangani
Polri mencapai 494 perkara, dengan jumlah kerugian mencapai Rp 211 miliar.
Dalam hal ini, jumlah keuangan negara yang diselamatkan oleh Polri mencapai 1,
1 triliun lebih.
Sementara
itu, Kejaksaan RI pada tahun 2004 menangani 523 perkara. Pada November 2012
Kejaksaan telah menangani 1.242 perkara. Dari tahun 2004-2012 Korp Adiyaksa
menangani 8.854 perkara, dan lembaga lain yakni Badan Pengawas Keuangan (BPK)
telah menyelamatkan uang negara sebesar Rp 7,8 triliun. Selain itu, Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada tahun 2012 telah menerima 30
permohonan, dimana 10 orang dikabulkan untuk dilindungi LPSK.
Menurut
Menkumham Amir Syamsudin, bahwa kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara
(LHKPN) pada tahun 2012 telah mencapai 75,52 persen, dan pelaporan gratifikasi
pada tahun 2012 berjumlah 1.082 laporan. Namun, upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas tersebut tidak lantas menurunkan
angka korupsi, karena hingga saat ini masih banyak kasus korupsi yang dipublish
oleh media.
Menurut
saya, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan dibenahi dalam penanganan dan
pemberantasan korupsi, yaitu pertama, memaksimalkan kinerja dan fungsi
pengawasan dalam hal pemberantasan korupsi baik di lembaga legislatif, eksekutif
maupun yudikatif, kedua, memperbaiki dan menyempurnakan peraturan
perundang-undangan mengenai klasifikasi tindak korupsi, ketiga,
memperbaiki dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam hal pemahaman
terhadap tindak pidana korupsi, bahwa korupsi tidak hanya merupakan musuh
bangsa, tapi korupsi juga merupakan kejahatan kemanusiaan.
Hal
lain yang tidak kalah penting untuk ditangani segera oleh bangsa ini adalah
persoalan narkoba dan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Data
terbaru Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Februari 2006 menyebutkan, dalam
lima tahun terakhir jumlah kasus tindak pidana narkoba di Indonesia rata-rata
naik 51, 3 persen atau bertambah sekitar 3.100 kasus per tahun.
Kenaikan tertinggi terjadi pada
2005 sebanyak 16.252 kasus atau naik 93 persen dari tahun sebelumnya. Di tahun
yang sama tercatat 22 ribu orang tersangka kasus tindak pidana narkoba. Kasus ini naik 101,2 persen dari 2004 sebanyak
11.323 kasus. Berdasarkan laporan BNK kota Bekasi, pada tahun
2010 jumlah pengguna narkoba di kalangan pelajar mencapai 607 kasus. Ironisnya,
95 kasus dilakukan oleh pelajar sekolah dasar (SD), 143 kasus oleh pelajar SMP
dan sisanya yakni 369 kasus dialami oleh pelajar SMA/SMK. Sementara, ada 43
kasus lain yang menimpa mahasiswa. Sementara peredaran dan pengguna narkoba di
kota Depok pun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, jumlah pengguna narkoba
berjumlah 2,8 juta orang. Kini jumlah
pengguna narkoba berjumlah 3,3 juta orang. Bahkan jika kondisi ini dibiarkan,
jumlah pengguna narkoba dapat menembus angka 4,58 juta orang pada 2013, tahun
ini.
Menurut
kriminolog Muhammad Mustofa, sebagaimana dikutip Tempo, menyatakan bahwa jumlah
kasus yang tercatat oleh BNN itu bukan angka kasus ril di lapangan, karena
masih banyak kasus yang tidak diketahui.
Pencatatan
kasus narkoba memang tidak mudah. Bahkan yang tercatat oleh BNN tersebut masih
relatif kecil bila dibandingkan dengan kasus yang ada di lapangan. Kasus
narkoba yang tidak diketahui itu justru jauh lebih banyak.
Sementara
itu, berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2011 kekerasan mencapai 1.381
kasus dan tahun 2012 melonjak menjadi 1.429 kasus. Menurut Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PP-PA), Linda Amalia Sari
Gumelar, sebagaimana dikutip Pos Kota, bahwa lebih dari 70 persen kasus
kekerasan dialami perempuan.
Dari ribuan kasus
kekerasan itu, menurut Linda, jumlah tertinggi terjadi di DKI Jakarta. Tahun
2012 terdapat 325 kasus kekerasan terhadap anak. Jumlah ini naik dua kali
lipat dibandingkan 2010 yang mencapai 155 kasus. Sebagaimana diketahui, menurut
laporan Komisi Perlindungan Anak (KPAI) pada awal tahun 2013, di beberapa daerah ada peningkatan kasus
sampai 30 persen, dan kasus itu adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Ini
terjadi karena ada faktor permisifitas dan abain dari masyarakat terhadap
potensi pelecehan seksual. Menurut Dr. Asrorun Ni’am Soleh, sebagaimana dikutip
arrahman.com bahwa selain dua faktor tersebut di atas, faktor lain yang
mempengaruhi peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah faktor
kegagapan budaya melalui tayangan dan perkembangan informasi yang terlalu mudah
diakses sehingga memungkinkan berbagai tayangan sadisme, kekerasan, pornografi,
dan berbagai jenis tayangan dekstruktif lainnya ditonton. Namun, minim proses
penyaringan pemahaman.
Karena
itu dibutuhkan kerjasama dari semua pihak, pemerintah, masyarakat, media massa
dan tidak kalah pentingnya adalah orang tua. Karena sesungguhnya orang tua
adalah penanggung jawab utama atas perkembangan dan pertumbuhan anak mereka.
Oleh
karena itu, mari bersama-sama dengan kolektifitas dan komitmen yang tinggi
memerangi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Karenanya, dengan berharap
pada pemerintah dan DPR sebagai lembaga negara yang diamanahkan oleh konstitusi
sebagai pembuat undang-undang, agar dalam revisi Kitab Hukum Acara Pidana
(KUHAP) nanti, dapat mengakomodir masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak
dalam undang-undang tersebut dengan memberi sanksi lebih berat kepada pelaku.
Selain
persoalan korupsi, narkoba serta tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak,
pornografi serta porno aksi, bangsa ini sedang dihadapkan juga pada
masalah-masalah, ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan pertahanan serta
keamanan negara (Hankam).
Masalah ekomomi misalnya, menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah sebagaimana dikutip Antara, bahwa fundamental ekonomi Indonesia tidak terlalu buruk, tetapi menunjukan perbaikkan. Ia optimis bahwa perekomian Indonesia masih kuat secara jangka panjang dan secara fundamental tidak akan banyak berubah karena ada ekspektasi terkait kebijakan-kebijakan baru pemerintah. Namun, di sisi lain ada angka pengangguran di negeri ini yang makin meningkat, tercatat dalam data base Kemenakertrans bahwa kurang lebih dari 6.000 lulusan sarjana masih menganggur. Sementara persoalan politik, sosial budaya dan Hankam kian mengkhawatirkan, karena di tahun ini, tahun 2013, ada 400-an lebih Pemilukada di daerah, dan bisa saja terjadi konplik horizontal antar masyarakat karena gesekan-gesekan politik yang timbul, serta pada tahun 2014 mendatang bangsa ini akan melaksanakan pemilu legislatif dan pemilu presiden. Untuk itu, semoga tidak terjadi sesuatu, yang tidak diinginkan.
B.Visi dan Misi
Berdasarkan pada fakta dan data serta pemikiran yang telah diuraikan tersebut di atas, maka saya sebagai Calon Anggota Legislatif DPR RI periode 2014 – 2019, Dapil Jawa Barat VI (Kota Bekasi – Kota Depok) mencoba, menyikapi masalah tersebut di atas dan merumuskan ke dalam visi dan misi konstruktif tentang apa yang akan diperjuangkan ketika menjadi anggota legislatif nanti, di antaranya adalah:
Visi, mewujudkan Indonesia baru yang bermartabat :
1.Indonesia baru yang menjunjung tinggi nilai-nilai serta norma hukum dengan seadil-adilnya.
2.Indonesia baru yang bebas dari korupsi.
3.Indonesia baru yang bebas dari narkoba.
4.Indonesia baru yang bebas dari kekerasan terhadap perempuan dan anak.
5.Indonesia baru yang bebas dari pornograpi dan porno-aksi.
6.Indonesia baru yang bebas dari diskriminasi dan penindasan.
7.Indonesia baru yang adil, makmur, aman dan sejahtera.
8.Indonesia baru yang berdaulat baik secara ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan Hankam tanpa intervensi pihak asing.
9.Indonesia baru yang diriḍai Allah swt.
Misi, berperan aktif dan memanfa’atkan fungsi legislasi, budgeting dan fungsi pengawasan sebagai anggota legislatif kelak, untuk mewujudkan dan atau merealisasikan visi Indonesia baru tersebut di atas, salah satunya adalah :
1.Menyampaikan kepada DPR dan pemerintah untuk melakukan revisi terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pencegahan narkoba, pornografi dan porno-aksi serta perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan.
2.Menyampaikan kepada DPR dan Pemerintah untuk melakukan restorasi nasional untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa terkait dengan masalah pelangaran HAM berat, dan masalah lainnya yang menjadi ganjalan untuk menuju Indonesia baru yang bemartabat.
3.Bersama-sama nanti, dengan DPR dan Pemerintah merumuskan peraturan perundang-undangan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat, bukan kepada kepentingan segelintir orang/ kelompok dan atau kepada pihak asing.
C.Penutup
Demikian, visi dan misi ini saya sampaikan, agar diketahui masyarakat. Semoga Allah swt meriḍoi upaya dan perjuangan yang dilakukan dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat, bangsa dan negara ini. Wassalamu’alaikum.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Masukan Kritik dan Saran Anda