English French Russian Japanese Arabic


POLUSI UDARA HINGGA HIRUK PIKUK POLITIK KOTA GARUT *)


Pasar Kadungora, Garut
Tak asing barangkali bagi kita warga negara Indonesia mendengar nama kota Garut. Selain terkenal karena dodol, jeruk, jaket kulit, domba berkualitas internasional serta keindahan wisata di daerah ini, kota Garut juga menjadi sangat populer saat minus atau plus hari H, perayaan Idul Fitri setiap tahunnya.  Bagaimana tidak, hampir seluruh stasiun televisi di tanah air memberitakan arus mudik maupun arus balik yang tertumpu di jalur ‘Kota Intan’ tersebut. 

Selain Jakarta, kini Garut pun menjadi kota yang terkenal akan kemacetannya, walau kemacetannya di kota ini hanya berlansung berkisar 15 hari ketika menjelang lebaran maupun pasca lebaran.  Baik arus balik ataupun arus mudik, waktu yang diperlukan ke Garut saat ini relatif lebih lama. Jika dulu antara Jakarta – Garut dapat ditempuh hanya 4-5 jam saja, tetapi sekarang diperlukan waktu sekitar 10-12 jam.  Kemacetan tersebut tidak saja disebabkan karena banyaknya para pemudik, namun diperparah dengan banyaknya warga yang mengunjungi tempat-tempat wisata atau rekreasi yang notabene tempatnya tidak terlalu berjauhan.

Kadungora, Garut
Garut memang menyimpan banyak tempat wisata atau rekreasi yang asik untuk dikunjungi, antara lain, Kebun Binatang Kadungora, Curug (air terjun) Cibaepulang dan Cimanaracun Kadungora, Candi Cangkuang Leles, Situ Bagendit, Pemandian Air Panas, Sampiren, Talaga Bodas, Taman Wisata Darajat, Sentra Dodol Chocodot, serta pegunungan asri yang menghampar, dan lain-lain.  Banyaknya tempat wisata atau rekreasi tersebut tidaklah dapat dinikmati dengan baik jika tidak diimbangi dengan perasaan nyaman, yakni warga tidak merasakan stress di jalan raya.  Oleh sebab itu, banyak warga Garut berharap supaya masalah kemacetan yang terjadi hampir setiap tahun ini, dapat segera dicarikan solusinya, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Selain hal itu, sebenarnya masih banyak informasi tentang Garut yang barangkali belum banyak terekspos, antara lain mengenai isu polusi udara, lingkungan hidup dan politik.  Jika kita berjalan dari arah Nagreg menuju Garut, pasti kita akan melalui Kec. Kadungora dan Kec. Leles.  Namun coba perhatikan sekitar dua kecamatan tersebut terutama ketika tidak ada hujan, kotoran kuda yang bertebaran di jalanan dan tertiup diterpa angin ke mana-mana seakan menjadi penghias dua kecamatan tersebut.  Padahal jika dicermati, banyak pedagang dan para penjaja makanan yang berjualan di pinggir jalan. Banyak dari para pendatang / pelancong yang turun dari mobil langsung menutup mulut dan hidung mereka dengan kain atau tangannya karena angin kencang yang menerpa menerbangkan sisa kotoran kuda yang mengotori jalan. 

Sebenarnya kondisi tersebut tidak saja terdapat di dua kecamatan ini, namun hampir di setiap sudut kota Garut seperti di sekitar Bundaran Tarogong, dll.  Ketika dikonfirmasi ke salah satu warga di daerah Kadungora, ia mengatakan bahwa dulu memang kuda-kuda yang terpasang di delman sempat diberi alas untuk menahan kotoran, namun entah kenapa sekarang tidak terpasang lagi. Para kusir delman cenderung bersikap masa bodoh terhadap kotoran-kotoran yang terjatuh dari kudanya.  Kesehatan penduduk dan anak-anak yang sering jajan di pinggir jalan, tidak lagi menjadi prioritas perhatian para pemilik delman beserta kusirnya, dan juga luput dari perhatian pemerintah daerah.  Jika demikian, kemanakah para pecinta lingkungan hidup di kota Garut? Dan adakah Peraturan Daerah (PERDA) yang menertibkan masalah ini? Atau tidak adanya ketegasan dalam menerapkan Peraturan Daerah, sehingga berakibat Garut asri menjadi “Garut Kotor”. 

Adanya rencana pemilihan kepala daerah (Bupati) Garut yang rencananya digelar 8 September 2013 tahun ini, hendaknya isu polusi udara ini menjadi prioritas utama para kandidat, sebab banyak warga di kota ini yang merasa terganggu dengan kenyamanan kota Garut akhir-akhir ini. Isu lingkungan hidup ini tidak hanya sebatas polusi udara, namun juga banyaknya gunung yang gundul dan banyaknya tanah yang longsor di daerah Garut.

Semangat warga untuk berkiprah menjadi penguasa nomor satu di Kabupaten Garut memang sangatlah tinggi.  Tumbangnya Bupati Aceng Fikri, memunculkan banyak kandidat Bupati di Garut.  Tercatat sekitar 25 pendaftar calon Bupati dan Wakil Bupati, dan hanya 10 pasangan yang lolos uji verifikasi. Empat dari calon independen (perorangan) dan enam berasal dari partai politik.  Di antara para calon Bupati dan Wakil Bupati tersebut, jika berpatokan kepada Visi dan Misi mereka yang diunggah di situs KPU-Garut, maka tidak ada satu pun yang mengusung isu tentang kemacetan, lingkungan hidup dan polusi udara, padahal hal ini nampak jelas di hadapan mereka dan dirasakan hampir semua warga Garut. Bukti bahwa setiap tahun Garut mengalami kemacetan parah, kemacetan panjang terjadi dari terminal Garut hingga Kadungora dan Nagreg, bukti bahwa tahun-tahun sebelumnya Garut telah menewaskan banyak warganya disebabkan longsor akibat Gunung yang gundul, dan bukti bahwa Garut sekarang menjadi kota yang tidak bersih penuh dengan kotoran kuda.   Oleh sebab itu, semua kandidat hendaknya memperhatikan kepentingan umum serta aspirasi warga Garut. ***  

*) Tulisan ini pernah dipublikasikan di media online: http//www.Indoleader.com pada September 2013. Ditulis oleh : Kinkin Mulyati, SH.I

  

0 comments:

Post a Comment

Silahkan Masukan Kritik dan Saran Anda

 
Support : Kinkin Mulyati | Ahmad Saeful Muslim
Copyright © 2013. Kinkin Mulyati - All Rights Reserved
Created by Creating Website Published by Cherocheri
Proudly powered by Blogger