Bismillāhirrahmānirrahīm.
Kinkin Mulyati |
Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden sudah sangat dekat, tepatnya pada hari Rabu, 9 Juli
2014, namun banyak orang yang masih belum tahu siapa Capres dan Cawapres yang
akan mereka pilih, inilah yang kita sebut swing
voters. Tapi banyak juga anggota masyarakat yang sudah menentukan pilihan
walaupun hanya berdasarkan panatisme semata, memilih dengan membabi buta, atau
berdasarkan prasangka atau tuduhan-tuduhan Capres dan Cawapres tanpa bukti
karena mengikuti arus trend ataupun
atas nama generasi reformis untuk mengalihkan pilihannya, padahal dirinya
sendiri tidak tahu pasti apakah itu fakta ataukah itu fitnah, atau rekayasa
politik. Oleh sebab itu sebagai warga negara yang baik seharusnya kita
menelusuri itu semuanya.
Sebelumnya
saya ingin menyampaikan terlebih dulu bahwa saya termasuk eksponen aktifis ‘98 saya
salah satu pengusung reformasi, tulisan ini pun merupakan buah pikiran saya
yang tentunya sangat dipengaruhi oleh identitas saya sebagai seorang muslimah. Barangkali
para pembaca ada yang tercerahkan dengan tulisan ini, ada juga yang tetap pada
pilihannya...up to you...yang jelas saya memegang prinsip bahwa Allah menyuruh
kita untuk selalu berpikir, dan menggunakan akal kita, dengan gaya bahasa
al-Qur’an Afalā ta’qilūn, afalā
tatafakkarūn, dll. Oleh sebab itu, saya pun akan menggunakan daya pikir
saya ketika dihadapkan kepada persoalan yang sangat penting yakni menentukan
pemimpin bangsa ini. Sehingga ketika kita diminta pertanggungjawaban di yaumul
akhir, paling tidak kita dapat menjawab bahwa “pilihan saya berdasarkan hasil
pemikiran atau ijtihad yang optimal bukan ikut-ikutan”.
Ada dua
pasangan Capres dan Cawapres di hadapan kita, yang salah-satunya akan menjadi
Presiden dan Wakil Presiden di negara ini. Bagi saya ini adalah pilihan sulit
sebab track record keduanya menjadi catatan tersendiri. Memahami Prabowo merupakan
hal yang sulit sebab kita dipaksa untuk membaca semua hal yang berhubungan
dengan itu. Peta dan kekuatan politik saat itu, sistem/ legalitas hukum yang
berlaku saat itu, dan masalah yang diisukan saat itu termasuk lawan-lawan
politik yang kadang luput dari pandangan masyarakat. Ia bukan orang sempurna,
banyak kelemahan atasnya, namun bukan berarti ia tidak memiliki banyak kelebihan, potensial
sebagai pemimpin yang bersinar sudah dapat dilihat sejak dulu. Namun untuk
memahami Jokowi bagi saya merupakan hal yang sangat mudah, semuanya mudah
dibaca. Bagi saya ia juga merupakan pemimpin yang potensial, namun dalam hal
managerial, hal ini dapat kita lihat dari setiap penampilannya, baik sebagai Walikota,
Gubernur, maupun pandangan-pandangannya ketika debat capres. Tentu kita tahu
bidang managerial itu selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya teknis,
oleh karenanya akan lebih pas dan berhasil ketika ia memimpin dalam suatu
komunitas yang sekupnya tidak terlalu besar sebab ia akan memaneg langsung di
lapangan, dan turun langsung di lapangan, dikenalah istilah blusukan. Namun
jika ia menangani Negara yang sangat besar dan luas ini dengan gaya
managerialnya, berapa banyak energi yang harus ia keluarkan, bisa-bisa setahun
sudah ambruk. Tentu tidak salah seorang Presiden menguasai managerial negara, karena
itu pun dibutuhkan, tapi itu bukan tugas pokok seorang kepala negara, karena
kepala negara sudah punya para pembantu seperti menteri, wamen, dll, yang akan menyusun
managerial di kementriannya masing-masing. Tugas seorang kepala negara adalah
menelurkan ide-ide dan gagasan-gagasan besar, seperti bagaimana Indonesia
mengamankan aset-aset negaranya, atau bagaimana menyelesaikan konplik di dalam
negeri maupun di luar negeri, jadi bukan mengurus persoalan-persoalan teknis,
semacam kartu dan bagaimana tekanan main battle tank terhadap tanah.
Jika
saya komparatifkan antara Prabowo dan Jokowi adalah sebagai berikut :
1. Isu-isu
kedua Capres
· Prabowo-Isu
pelanggaran HAM
Saya berpendapat bahwa
seharusnya tuduhan itu tidak ditujukan kepada Prabowo. Dari sejumlah tulisan,
pengakuan, tuduhan, tidak satu pun orang yang dapat membuktikan bahwa Prabowo
itu melanggar HAM, bahkan penegak hukum sekali pun tidak ada yang dapat menyeretnya
ke Pengadilan, termasuk Komnas HAM. Aneh bukan seseorang yang sudah diumumkan
tidak bersalah melanggar HAM, oleh sebagian masyarakatnya dianggap dan diminta
pertanggungjawabannya, bahkan dituduh secara terus menerus. Mengaku negara
hukum tapi tidak mau mengakui hukum yang berlaku. Walaupun tidak ada bukti
apapun mereka menginginkan Prabowo yang harus bertanggung jawab atas kejadian
tahun 1998 dan secara gentel datang ke Komnas HAM mengakui kesalahannya. Sekali
lagi aneh...!
Atau mau jadikan keterangan
beberapa mantan Jenderal sebagai acuan keterlibatannya, misalnya keterangannya
Wiranto. Perlu kita tahu jauh sebelum pemilu sekarang Wiranto secara tegas
pernah menyatakan bahwa Prabowo tidak terlibat penculikan dan pelanggaran HAM.
Lalu apa namanya pengakuan yang dipublikasikannya sekarang? Kebenaran atau
rekayasa politik?
Atau mau menjadikan bukti
pemberhentiannya sebagai Komandan Kopassus sebagai fakta bahwa dia melanggar HAM? Ini
juga tak bisa diterima oleh pemikiran saya. Dalam aturannya pemberhentian
militer harus melalui tahapan tertentu, antara lain di hadapkan terlebih dulu
ke Pengadilan Militer, dari PM semua bisa tahu ia bersalah atau tidak. Namun
sekarang saya bertanya, apakah pemberhentian yang dilakukan oleh Dewan
Kehormatan Perwira (DKP) sudah mengikuti proses tersebut? Jawabannya tentu
tidak. Kalau demikian apakah adil seseorang diberhentikan dan dinyatakan
bersalah tanpa diadili terlebih dahulu. Jika Anda masih ragu tentang aturannya
tanyakan langsung kepada para Kasum ABRI yang pernah menjabat, apakah
pemberhentian Prabowo sesuai prosedur atau tidak? Dan mengapa harus ada Jendral
kehormatan yang menandatangani DKP tersebut?
Atau Anda berpatokan bahwa kejadian
1998 itu pasti ada pelakunya? Betul, tapi apakah pelakunya Prabowo. Dalam
sistem militer tidak ada bawahan yang salah, tapi atasanlah yang salah dan yang
bertanggung jawab, sebab militer adalah sistem komando. Jika Prabowo punya
atasan...lalu siapa yang harus bertanggung jawab...? Prabowokah atau atasannya?
Atau
Anda mau berpatokan bahwa Prabowo pernah menyatakan dalam debat capres bahwa ia
hanya bertindak terhadap orang-orang yang merakit bom dan makar terhadap negara
lewat pernyataannya bahwa “di beberapa negara memegang bom saja dihukum mati,
atau mereka hendak makar dengan merakit bom”, Lalu apakah inipun harus kita
golongkan kepada pelanggaran HAM? TNI bertugas untuk mengamankan bangsa dan
negara ini dari ancaman keamanan, klasifikasi ancaman tentu sudah ada aturannya
sendiri, pihak-pihak yang berwenang maupun Komnas HAM dapat menyeretnya jika
tidak sesuai aturan itu. Kita pun akan sepakat bahwa orang yang makar terhadap
negara tidak boleh dibiarkan berkeliaran untuk mengembangkan ide-ide jahatnya.
Hukum negara dan juga hukum agama mengatur, ada jiwa yang hak untuk dihilangkan
nyawanya, semisal makar dan beberapa kejahatan yang diancam hukuman qishas,
dll. Bahkan kita tahu bahwa di lembaga kepolisian yang tugasnya mengayomi,
melayani, dan melindungi masyarakat, sampai sekarang aturannya dibolehkan
tembak di tempat jika ada yang mencoba melawan, setelah diberikan beberapa
peringatan, termasuk kepada para demonstran brutal.
Saya
tidak mau terbawa arus dengan bacaan-bacaan, wacana, dan pendapat yang
memojokkan dari para komentator atau siapapun namanya, saya ingin tetap
berpikir jernih dengan tekad tidak ingin mendzalimi siapapun. Anda tentu
tahu...apa hukumnya mendzalimi seseorang dalam Islam? Terlarang dan haram,
bahkan Allah swt memberi keistimewaan bagi orang yang didzalimi akan dikabulkan
do’anya sekalipun ia pendosa, sebab masalah dosa urusannya dengan Allah, tapi
kedzaliman urusannya antara manusia dengan manusia dan Allah harus memberikan
keadilan kepada orang yang didzalimi. Tidak dapat saya bayangkan betapa
terpuruknya Prabowo saat itu, ia harus kehilangan jabatannya sekalipun
diberhentikan secara hormat, ia pun harus kehilangan istri dan anaknya karena
tekanan hebat kepadanya, kariernya yang cemerlang harus dipangkas habis.
Setelah
saya mempelajari banyak hal tentang isu ini, maka saya berkesimpulan bahwa Prabowo
hanya dijadikan tumbal dalam rekayasa politik saat itu. Sebab hal-hal yang
mengarah ke sana sungguh sangat jelas. Dibenak saya ada pertanyaan, ke manakah
kalian para Perwira ketika kejadian Mei 1998, mengapa Anda terkonsentrasi di
Malang? Mengapa Anda biarkan Prabowo sendirian di Jakarta? Mengapa sidang DKP tidak
sesuai prosedur resmi? Semua pernyataan yang disampaikan oleh para mantan Jenderal
itu memiliki muatan politik yang sangat kental, sebab di lain waktu berkata
tidak bersalah dan di lain hari bersalah, tidak jelas apa tuntutan mereka,
tidak ada militansi untuk menunjukkan kesalahan Prabowo secara yuridis dengan
bukti-bukti yang autentik, semuanya hanya membingungkan masyarakat saja. Padahal
kalau ada yang berani menyampaikan bukti-bukti secara yuridis tentu akan
mengakhiri semua tuduhan, prasangka, dan fitnah menjadi sebuah fakta yuridis.
Jika demikian hentikan semua omong kosong itu...contohlah Rasulullah saw yang
tidak pernah menuduh seseorang tanpa bukti. Sahabatnya pun demikian, Saidina
Ali ra kehilangan baju besi perangnya dan ia tahu siapa yang mencurinya, namun
karena ia tidak punya saksi maka ia tidak menghukumnya. Jika tidak ada saksi
saja tidak dapat dihukum apalagi tidak ada bukti-bukti autentik. Marilah ini
menjadi renungan kita bersama !
Jokowi-Korupsi Pengadaan Trans Jakarta, Kartu Jakarta
Pintar.
Isu ini sedang hangat, dan sebentar lagi kita akan tahu
sebuah fakta, apakah Jokowi terlibat atau tidak, sebab hal tersebut sudah
disampaikan anggota V Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Agung Firman Sampurna
yang mengatakan bahwa kegiatan pembuatan sistem informasi e-surat, e-dokumen,
e-harga, e-budgeting, sistem belanja hibah dan bansos, e-aset, e-fasos fasum,
dan e-pegawai tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa. Sebagian
output-nya tidak sesuai kesepakatan, sehingga belum dapat dimanfaatkan dan
berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp 1,42 miliar. Baca
selengkapnya:http://www.suaranews.com/2014/06/program-yang-jokowi-e-budgeting.html.
Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun
2013, ada 86 temuan senilai Rp 1,54 triliun, dari 86 temuan itu yang
menunjukkan indikasi kerugian daerah mencapai Rp 85,36 miliar. Sedangkan temuan
potensi kerugian mencapai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp
95,01 miliar dan temuan 3E (efektif, efisiensi, ekonomis) atau pemborosan
sebesar Rp 23,13 miliar.
Tentu ini bukan berita fitnah atau asbun (asal bunyi) karena
masing-masing kita dapat menceknya langsung dengan bertanya kepada BPK atau kepada
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Endang Widjajanti.
Jika Jokowi tidak terlibat, alhamdulillah, ini berarti salah
satu Capres yang akan dipilih oleh masyarakat Indonesia bersih. Tapi jika
kebalikannya, apa tidak mengecewakan jutaan rakyat Indonesia, apalagi jika
sampai menang, apa kata dunia? yang jelas bisa diimpeachment dan rakyat
Indonesia dirugikan. Namun bagi saya Jokowi bukan orang jujur, sebab
berkali-kali ia terbukti berkata tidak jujur, antara lain Jokowi mengatakan tidak
kenal Michael Bimo Putranto pemenang tender paket pengadaan Bus Transjakarta
senilai Rp 1.5 triliun tapi akhirnya dia mengatakan kenal, Jokowi mengatakan tidak
tahu mobil TransJakarta dari Cina tapi ternyata ia menjemput ke Pelabuhan untuk
melihat kedatangan TransJakarta dari Cina, ia mengatakan sudah lapor ke KPK
ternyata Johan Budi mengatakan tidak pernah lapor. Bagi saya ini
mengkhawatirkan. Tentu ini bukan fitnah atau berita bohong karena Anda dapat
meminta di beberapa media untuk memutar ulang pernyataan-pernyataannya
tersebut.
Para Pendukung Capres
Cawapres – Muhammad Hatta Rajasa
Pernah menjabat di tiga kementrian, kementrian Sekretariat
Negara, Menko Ekonomi, Mentri Ristek, dilengkapi dengan pengalamannya sebagai Ketua
Umum PAN. Mantan aktifis PII dan HMI. Pemikiran, visi, misinya dapat kita
saksikan dalam debat Cawapres tanggal 29 Juni 2014, tampil memukau dan sangat
menguasai masalah. Anda dapat menilai sendiri kualitas Cawapres ini, yang jelas
saya tidak meragukan kemampuannya.
Cawapres-Jusuf Kalla.
Pernah menjabat Menko Kesra, dan Wakil Presiden, Ketua Umum Golkar,
dan aktifis HMI. Saya tahu bahwa JK punya kemampuan yang baik, namun ia sudah
berusia 72 tahun, itu artinya kalau terpilih harus bekerja sampai usia 77
tahun. Di usia tua seperti itu kemampuan pikir maupun fisik tentu akan
mengalami penurunan. Indonesia perlu Cawapres yang masih fresh, dan mendukung
tugas-tugas Presiden dengan baik dan cekatan.
Selain itu JK penuh intrik politik, misalnya, di lain waktu
berkata Jokowi belum pantas menjadi Presiden, masih dini pengalamannya, akan
celaka jika negeri ini dipimpin olehnya, namun ketika ia disunting sebagai Cawapres
Jokowi menjadi oke.
Kemudian JK senang memojokkan orang lain, misalnya dengan
mempertanyakan HAM kepada Prabowo dalam debat Capres dan Cawapres, padahal jika
Prabowo mau ia dapat memojokkan balik dengan mempertanyakan “mengapa di zaman
Anda berkuasa termasuk masa Mega masalah ini dibiarkan dan tidak diusut,
mengapa harus Anda pertanyakan sekarang ketika Anda melihat saya jadi Capres?
Partai Politik.
Bagi sebagian orang, partai-partai pendukung Capres tidak
diperhatikan, padahal partai tersebut sangat mempengaruhi kabinet yang akan
dibangun nanti. Pandangan saya terhadap Capres Prabowo, ia didukung oleh
partai-partai Islam dan partai berbasis Islam, serta partai nasionalis. Sedangkan
Capres Jokowi didukung partai nasionalis dan 1 partai berbasis Islam.
Jokowi didukung oleh PDIP yakni Partai yang paling keras
menentang Islam, atau bahasa al-Qur’an-nya “wahuwa aladdul khishām”. Banyak rancangan
undang-undang yang berpihak kepada kepentingan umat Islam ditolaknya, bahkan
aksi walk out dari ruang sidang pun dilakukannya. Masih ingat dengan penolakan Undang-undang
Pornografi, UU Produk Halal Haram, dan banyak lagi yang lainnya, dari PDIP, padahal
jika dipikir regulasi tersebut sebenarnya untuk mengatur umat Islam jadi tidak
ada umat yang dirugikan atasnya. Jadi mengapa saya harus mendukung Capres yang
berasal dari partai penentang Islam. Jika saya mendukungnya artinya saya punya
andil membesarkan partai itu untuk semakin leluasa menentang syari’at Islam. Padahal
Anda tahu bahwa tokoh-tokoh Islam, para ulama, ustadz, dll, punya andil dalam memperjuangkan
dan membesarkan bangsa ini. Bahkan kita harus tahu bahwa mereka sekarang sangat
sulit berjuang di lapangan berdakwah menentang pornografi, pornoaksi, mencegah produksi
makanan/minuman yang haram, dsb, namun mereka hanya mampu amar ma’ruf (mengajak
kepada kebaikan saja), karena nahi munkar (mencegah kemunkarannya) yang paling
efektif ada ditangan penguasa, termasuk para wakil rakyat pembuat aturan/UU. Kami
tidak mau mendukung partai yang tidak memperjuangkan kepentingan kami. Ingat,
PDIP adalah partai pemenang pemilu 2014, ia akan memiliki suara yang sangat
signifikan di DPR, ia dapat bersinergi dengan pemerintah jika Jokowi menang.
Kabatilan yang terorganisir akan mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir,
demikian kata Saidina Ali ra. Kebijakan/regulasi akan sangat kuat pengaruhnya
serta berdampak sistemik bagi masyarakat ketimbang isu lainnya.
Ini bukan isu SARA, tapi suara rakyat yang menghendaki
supaya kepentingan kami sebagai umat Islam tidak dikesampingkan. Umat Islam
sebagai pemeluk agama terbesar di Indonesia perlu regulasi yang mengatur
kepentingannya.
Lain halnya dengan Capres Prabowo, ia memang didukung oleh
partai-partai yang didalamnya ada oknum anggotanya yang terindikasi korupsi, namun
jika mau jujur berdasarkan data bukankah PDIP adalah partai terkorup, bahkan
urutan nomor wahid berdasarkan rilis yang dikeluarkan Indonesia Corruption
Watch (ICW) tahun 2002-2014.
Saya sangat tidak mentolelir korupsi karena korupsi pun
menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat secara masif, idealnya memang
Capres tidak didukung partai korup. Namun, fakta di hadapan kita tidak ada satu
pun partai yang terbebas dari korupsi. Jadi alasan tidak didukung oleh partai
yang korup nampaknya akan sulit didapat, jika demikian saya berpatokan kepada
partai terkorup saja dan alasan-alasan lainnya.
Selain itu Prabowo diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya berdasarkan keputusan politik bukan keputusan hukum, namun Jokowi ditarik
kesana-kemari berdasarkan permainan politik. Baru sekitar dua tahun disumpah sebagai
Walikota di Solo (masa kepemimpinan kedua) sudah ditarik ke Jakarta, demikian
juga baru sekitar dua tahun disumpah jadi Gubernur di Jakarta sudah ditarik
jadi Capres. Ambisi berkuasa yang sedemikian rupa entah berasal dari Jokowi
sendiri atau partai pengusungnya kelihatan sangat kental, dan tentu ini akan
sangat merugikan masyarakat.
Betul apa kata JK akan hancur jika negeri ini dipimpin
olehnya, karena belum terlihat prestasinya di Jakarta sudah ditarik jadi
Capres.
Pelanggaran atas sumpah kepada Allah swt di atas al-Qur’an dan
sumpah terhadap masyarakatnya yang dilakukan Jokowi dianggap biasa-biasa saja.
Padahal sebagai seorang muslim sumpah itu adalah amanah dan janji, Allah swt
dalam al-Qur’an bahkan menghukum orang yang ingkar janji karena bersumpah dengan
ketentuan-ketentuan khusus yang harus ditebusnya sebagai pembebasan dari dosanya
(lihat al-Maidah 5 : 89). Banyak pendukungnya yang menyatakan bahwa Jokowi
tidak melanggar sumpah sebab ketika dilantik tidak disebutkan akan
menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur selama lima tahun. Memang untuk
melegalkan segala cara itu selalu saja ada alasannya. Masalahnya UU menyatakan
bahwa Gubernur menjabat selama 5 tahun dan semua masyarakat Jakarta sudah mafhum
bahwa Gubernur yang dipilih dan terpilih akan melaksanakan tugas selama lima
tahun bukan dua tahun atau bukan kalau ada kepentingan politik belum selesai
pun boleh meninggalkan tugas. Saya tidak ingin berbicara siapa penggantinya dan
ada yang menggantikan karena tetap walaupun ada penggantinya dan ada yang
menggantikannya, tujuannya Jokowi ingin meninggalkan Jakarta. Seandainya
masyarakat tahu bahwa Jokowi sejak awal punya prinsip, jika ada kepentingan “politik”
boleh meninggalkan tugas sekalipun belum selesai tugasnya, kira-kira masyarakat
Jakarta mau tidak memilihnya? Saya jamin tidak ada yang mau memilihnya, karena
itu di berbagai kesempatan kampanye Cagub, dia katakan, “saya akan
menyelesaikan tugas saya selama lima tahun di Jakarta”, buktinya omong kosong
bukan.
Karakter.
Tidak semua karakter Prabowo saya suka, namun banyak
karakter darinya saya suka. Antara lain menghargai orang lain, sangat
nasionalis, mempunyai kebesaran hati untuk mengakui kelebihan lawan, tidak
sombong dan membanggakan diri, merakyat, menjaga amanah, sportifitas, perhatian
terhadap bawahan, tidak munafik, tegas dan tidak ingkar janji. Bahkan memberi
kesempatan kepada Jokowi untuk berbangga-bangga dalam debat Capres atas
prestasi yang diakuinya di Jakarta sekalipun yang menghantarkannya jadi
Gubernur salah satunya adalah Prabowo.
Namun dari Jokowi hanya sedikit karakter yang saya suka,
antara lain sederhana dan merakyat saja, selebihnya kebalikan dari Prabowo.
Ketakwaan, Ilmu dan fisik.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam kepemimpin. Allah
swt telah memerintahkan untuk memilih orang yang beriman sebagai pemimpin bagi
orang yang beriman (al-Baqarah 2 : 28) bukan orang kafir. Kedua Capres ini
muslim, dan muslim harus beriman kepada Allah swt. Dari segi ini saya tidak
dapat membedakan mana yang lebih unggul diantaranya, sebab ketakwaan seseorang hanya
Allah yang dapat menilainya. Namun ada isyarat yang disampaikan Allah dalam memilih
pemimpin, ketika Allah mengangkat seorang raja dari Bani Israil, yakni pilihlah
yang mempunyai kelebihan ilmu dan fisik (lihat al-Baqarah 2 : 247) bukan karena
kekayaan atau dinasti. Ilmu dan fisik keduanya dimaksudkan untuk menunjang
tugas-tugas kepemimpinan. Jika demikian kita selayaknya memilih pemimpin yang
punya keluasan ilmu serta cerdas, dan fisik yang sehat serta kuat. Bagi saya
Prabowo memenuhi unsur-unsur tersebut, ia cerdas (saya beserta teman-teman aktifis
dan senat se-Indonesia tahun ’97 pernah dikumpulkan di Markas Kopassus Cijantung
bukan untuk ditangkap atau diculik, disitulah saya tahu bahwa Prabowo menguasai
5 bahasa, memiliki data yang banyak, cerdas, dan siap berdebat dengan mahasiswa),
suka membaca dan untuk menguatkan fisiknya ia punya kegemaran berkuda,
memanah/menembak, dan berenang (lihat data KPU), ini tentu sesuai tuntunan
Islam yang menyuruh kita semua mengajarkan anak untuk berenang, memanah dan
berkuda. Sedangkan ilmu dan fisik Jokowi silahkan nilai sendiri.
Berdasarkan alasan dan penelusuran saya tersebut maka saya
memilih Prabowo untuk menjadi Presiden RI periode 2014-2019. Pendapat saya ini
dapat berubah jika ternyata di kemudian hari ada penemuan dan pemikiran baru
terkait hal ini. Bismillah saya Pilih Nomor 1 Prabowo-Hatta.
Ditulis Oleh: Kinkin Mulyati, Aktivis Mahasiswa'98.
Ditulis Oleh: Kinkin Mulyati, Aktivis Mahasiswa'98.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Masukan Kritik dan Saran Anda