English French Russian Japanese Arabic


Pilihan Kita Akan dipertanggungjawabkan di Dunia dan Akhirat, "Alasan Mengapa Memilih Prabowo"


Bismillāhirrahmānirrahīm.

Kinkin Mulyati
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sudah sangat dekat, tepatnya pada hari Rabu, 9 Juli 2014, namun banyak orang yang masih belum tahu siapa Capres dan Cawapres yang akan mereka pilih, inilah yang kita sebut swing voters. Tapi banyak juga anggota masyarakat yang sudah menentukan pilihan walaupun hanya berdasarkan panatisme semata, memilih dengan membabi buta, atau berdasarkan prasangka atau tuduhan-tuduhan Capres dan Cawapres tanpa bukti karena mengikuti arus trend ataupun atas nama generasi reformis untuk mengalihkan pilihannya, padahal dirinya sendiri tidak tahu pasti apakah itu fakta ataukah itu fitnah, atau rekayasa politik. Oleh sebab itu sebagai warga negara yang baik seharusnya kita menelusuri itu semuanya.

Sebelumnya saya ingin menyampaikan terlebih dulu bahwa saya termasuk eksponen aktifis ‘98 saya salah satu pengusung reformasi, tulisan ini pun merupakan buah pikiran saya yang tentunya sangat dipengaruhi oleh identitas saya sebagai seorang muslimah. Barangkali para pembaca ada yang tercerahkan dengan tulisan ini, ada juga yang tetap pada pilihannya...up to you...yang jelas saya memegang prinsip bahwa Allah menyuruh kita untuk selalu berpikir, dan menggunakan akal kita, dengan gaya bahasa al-Qur’an Afalā ta’qilūn, afalā tatafakkarūn, dll. Oleh sebab itu, saya pun akan menggunakan daya pikir saya ketika dihadapkan kepada persoalan yang sangat penting yakni menentukan pemimpin bangsa ini. Sehingga ketika kita diminta pertanggungjawaban di yaumul akhir, paling tidak kita dapat menjawab bahwa “pilihan saya berdasarkan hasil pemikiran atau ijtihad yang optimal bukan ikut-ikutan”.

Ada dua pasangan Capres dan Cawapres di hadapan kita, yang salah-satunya akan menjadi Presiden dan Wakil Presiden di negara ini. Bagi saya ini adalah pilihan sulit sebab track record keduanya menjadi catatan tersendiri. Memahami Prabowo merupakan hal yang sulit sebab kita dipaksa untuk membaca semua hal yang berhubungan dengan itu. Peta dan kekuatan politik saat itu, sistem/ legalitas hukum yang berlaku saat itu, dan masalah yang diisukan saat itu termasuk lawan-lawan politik yang kadang luput dari pandangan masyarakat. Ia bukan orang sempurna, banyak kelemahan atasnya, namun bukan berarti ia  tidak memiliki banyak kelebihan, potensial sebagai pemimpin yang bersinar sudah dapat dilihat sejak dulu. Namun untuk memahami Jokowi bagi saya merupakan hal yang sangat mudah, semuanya mudah dibaca. Bagi saya ia juga merupakan pemimpin yang potensial, namun dalam hal managerial, hal ini dapat kita lihat dari setiap penampilannya, baik sebagai Walikota, Gubernur, maupun pandangan-pandangannya ketika debat capres. Tentu kita tahu bidang managerial itu selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya teknis, oleh karenanya akan lebih pas dan berhasil ketika ia memimpin dalam suatu komunitas yang sekupnya tidak terlalu besar sebab ia akan memaneg langsung di lapangan, dan turun langsung di lapangan, dikenalah istilah blusukan. Namun jika ia menangani Negara yang sangat besar dan luas ini dengan gaya managerialnya, berapa banyak energi yang harus ia keluarkan, bisa-bisa setahun sudah ambruk. Tentu tidak salah seorang Presiden menguasai managerial negara, karena itu pun dibutuhkan, tapi itu bukan tugas pokok seorang kepala negara, karena kepala negara sudah punya para pembantu seperti menteri, wamen, dll, yang akan menyusun managerial di kementriannya masing-masing. Tugas seorang kepala negara adalah menelurkan ide-ide dan gagasan-gagasan besar, seperti bagaimana Indonesia mengamankan aset-aset negaranya, atau bagaimana menyelesaikan konplik di dalam negeri maupun di luar negeri, jadi bukan mengurus persoalan-persoalan teknis, semacam kartu dan bagaimana tekanan main battle tank terhadap  tanah.  

Jika saya komparatifkan antara Prabowo dan Jokowi adalah sebagai berikut :
1.    Isu-isu kedua Capres

·      Prabowo-Isu pelanggaran HAM
Saya berpendapat bahwa seharusnya tuduhan itu tidak ditujukan kepada Prabowo. Dari sejumlah tulisan, pengakuan, tuduhan, tidak satu pun orang yang dapat membuktikan bahwa Prabowo itu melanggar HAM, bahkan penegak hukum sekali pun tidak ada yang dapat menyeretnya ke Pengadilan, termasuk Komnas HAM. Aneh bukan seseorang yang sudah diumumkan tidak bersalah melanggar HAM, oleh sebagian masyarakatnya dianggap dan diminta pertanggungjawabannya, bahkan dituduh secara terus menerus. Mengaku negara hukum tapi tidak mau mengakui hukum yang berlaku. Walaupun tidak ada bukti apapun mereka menginginkan Prabowo yang harus bertanggung jawab atas kejadian tahun 1998 dan secara gentel datang ke Komnas HAM mengakui kesalahannya. Sekali lagi aneh...!
Atau mau jadikan keterangan beberapa mantan Jenderal sebagai acuan keterlibatannya, misalnya keterangannya Wiranto. Perlu kita tahu jauh sebelum pemilu sekarang Wiranto secara tegas pernah menyatakan bahwa Prabowo tidak terlibat penculikan dan pelanggaran HAM. Lalu apa namanya pengakuan yang dipublikasikannya sekarang? Kebenaran atau rekayasa politik?
Atau mau menjadikan bukti pemberhentiannya sebagai Komandan Kopassus  sebagai fakta bahwa dia melanggar HAM? Ini juga tak bisa diterima oleh pemikiran saya. Dalam aturannya pemberhentian militer harus melalui tahapan tertentu, antara lain di hadapkan terlebih dulu ke Pengadilan Militer, dari PM semua bisa tahu ia bersalah atau tidak. Namun sekarang saya bertanya, apakah pemberhentian yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP) sudah mengikuti proses tersebut? Jawabannya tentu tidak. Kalau demikian apakah adil seseorang diberhentikan dan dinyatakan bersalah tanpa diadili terlebih dahulu. Jika Anda masih ragu tentang aturannya tanyakan langsung kepada para Kasum ABRI yang pernah menjabat, apakah pemberhentian Prabowo sesuai prosedur atau tidak? Dan mengapa harus ada Jendral kehormatan yang menandatangani DKP tersebut?
Atau Anda berpatokan bahwa kejadian 1998 itu pasti ada pelakunya? Betul, tapi apakah pelakunya Prabowo. Dalam sistem militer tidak ada bawahan yang salah, tapi atasanlah yang salah dan yang bertanggung jawab, sebab militer adalah sistem komando. Jika Prabowo punya atasan...lalu siapa yang harus bertanggung jawab...? Prabowokah atau atasannya?
Atau Anda mau berpatokan bahwa Prabowo pernah menyatakan dalam debat capres bahwa ia hanya bertindak terhadap orang-orang yang merakit bom dan makar terhadap negara lewat pernyataannya bahwa “di beberapa negara memegang bom saja dihukum mati, atau mereka hendak makar dengan merakit bom”, Lalu apakah inipun harus kita golongkan kepada pelanggaran HAM? TNI bertugas untuk mengamankan bangsa dan negara ini dari ancaman keamanan, klasifikasi ancaman tentu sudah ada aturannya sendiri, pihak-pihak yang berwenang maupun Komnas HAM dapat menyeretnya jika tidak sesuai aturan itu. Kita pun akan sepakat bahwa orang yang makar terhadap negara tidak boleh dibiarkan berkeliaran untuk mengembangkan ide-ide jahatnya. Hukum negara dan juga hukum agama mengatur, ada jiwa yang hak untuk dihilangkan nyawanya, semisal makar dan beberapa kejahatan yang diancam hukuman qishas, dll. Bahkan kita tahu bahwa di lembaga kepolisian yang tugasnya mengayomi, melayani, dan melindungi masyarakat, sampai sekarang aturannya dibolehkan tembak di tempat jika ada yang mencoba melawan, setelah diberikan beberapa peringatan, termasuk kepada para demonstran brutal.
Saya tidak mau terbawa arus dengan bacaan-bacaan, wacana, dan pendapat yang memojokkan dari para komentator atau siapapun namanya, saya ingin tetap berpikir jernih dengan tekad tidak ingin mendzalimi siapapun. Anda tentu tahu...apa hukumnya mendzalimi seseorang dalam Islam? Terlarang dan haram, bahkan Allah swt memberi keistimewaan bagi orang yang didzalimi akan dikabulkan do’anya sekalipun ia pendosa, sebab masalah dosa urusannya dengan Allah, tapi kedzaliman urusannya antara manusia dengan manusia dan Allah harus memberikan keadilan kepada orang yang didzalimi. Tidak dapat saya bayangkan betapa terpuruknya Prabowo saat itu, ia harus kehilangan jabatannya sekalipun diberhentikan secara hormat, ia pun harus kehilangan istri dan anaknya karena tekanan hebat kepadanya, kariernya yang cemerlang harus dipangkas habis.
Setelah saya mempelajari banyak hal tentang isu ini, maka saya berkesimpulan bahwa Prabowo hanya dijadikan tumbal dalam rekayasa politik saat itu. Sebab hal-hal yang mengarah ke sana sungguh sangat jelas. Dibenak saya ada pertanyaan, ke manakah kalian para Perwira ketika kejadian Mei 1998, mengapa Anda terkonsentrasi di Malang? Mengapa Anda biarkan Prabowo sendirian di Jakarta? Mengapa sidang DKP tidak sesuai prosedur resmi? Semua pernyataan yang disampaikan oleh para mantan Jenderal itu memiliki muatan politik yang sangat kental, sebab di lain waktu berkata tidak bersalah dan di lain hari bersalah, tidak jelas apa tuntutan mereka, tidak ada militansi untuk menunjukkan kesalahan Prabowo secara yuridis dengan bukti-bukti yang autentik, semuanya hanya membingungkan masyarakat saja. Padahal kalau ada yang berani menyampaikan bukti-bukti secara yuridis tentu akan mengakhiri semua tuduhan, prasangka, dan fitnah menjadi sebuah fakta yuridis. Jika demikian hentikan semua omong kosong itu...contohlah Rasulullah saw yang tidak pernah menuduh seseorang tanpa bukti. Sahabatnya pun demikian, Saidina Ali ra kehilangan baju besi perangnya dan ia tahu siapa yang mencurinya, namun karena ia tidak punya saksi maka ia tidak menghukumnya. Jika tidak ada saksi saja tidak dapat dihukum apalagi tidak ada bukti-bukti autentik. Marilah ini menjadi renungan kita bersama !     

Jokowi-Korupsi Pengadaan Trans Jakarta, Kartu Jakarta Pintar.
Isu ini sedang hangat, dan sebentar lagi kita akan tahu sebuah fakta, apakah Jokowi terlibat atau tidak, sebab hal tersebut sudah disampaikan anggota V Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Agung Firman Sampurna yang mengatakan bahwa kegiatan pembuatan sistem informasi e-surat, e-dokumen, e-harga, e-budgeting, sistem belanja hibah dan bansos, e-aset, e-fasos fasum, dan e-pegawai tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa. Sebagian output-nya tidak sesuai kesepakatan, sehingga belum dapat dimanfaatkan dan berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp 1,42 miliar. Baca selengkapnya:http://www.suaranews.com/2014/06/program-yang-jokowi-e-budgeting.html.

Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2013, ada 86 temuan senilai Rp 1,54 triliun, dari 86 temuan itu yang menunjukkan indikasi kerugian daerah mencapai Rp 85,36 miliar. Sedangkan temuan potensi kerugian mencapai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp 95,01 miliar dan temuan 3E (efektif, efisiensi, ekonomis) atau pemborosan sebesar Rp 23,13 miliar.
Tentu ini bukan berita fitnah atau asbun (asal bunyi) karena masing-masing kita dapat menceknya langsung dengan bertanya kepada BPK atau kepada Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Endang Widjajanti.

Jika Jokowi tidak terlibat, alhamdulillah, ini berarti salah satu Capres yang akan dipilih oleh masyarakat Indonesia bersih. Tapi jika kebalikannya, apa tidak mengecewakan jutaan rakyat Indonesia, apalagi jika sampai menang, apa kata dunia? yang jelas bisa diimpeachment dan rakyat Indonesia dirugikan. Namun bagi saya Jokowi bukan orang jujur, sebab berkali-kali ia terbukti berkata tidak jujur, antara lain Jokowi mengatakan tidak kenal Michael Bimo Putranto pemenang tender paket pengadaan Bus Transjakarta senilai Rp 1.5 triliun tapi akhirnya dia mengatakan kenal, Jokowi mengatakan tidak tahu mobil TransJakarta dari Cina tapi ternyata ia menjemput ke Pelabuhan untuk melihat kedatangan TransJakarta dari Cina, ia mengatakan sudah lapor ke KPK ternyata Johan Budi mengatakan tidak pernah lapor. Bagi saya ini mengkhawatirkan. Tentu ini bukan fitnah atau berita bohong karena Anda dapat meminta di beberapa media untuk memutar ulang pernyataan-pernyataannya tersebut.

Para Pendukung Capres

Cawapres – Muhammad Hatta Rajasa
Pernah menjabat di tiga kementrian, kementrian Sekretariat Negara, Menko Ekonomi, Mentri Ristek, dilengkapi dengan pengalamannya sebagai Ketua Umum PAN. Mantan aktifis PII dan HMI. Pemikiran, visi, misinya dapat kita saksikan dalam debat Cawapres tanggal 29 Juni 2014, tampil memukau dan sangat menguasai masalah. Anda dapat menilai sendiri kualitas Cawapres ini, yang jelas saya tidak meragukan kemampuannya.

Cawapres-Jusuf Kalla.
Pernah menjabat Menko Kesra, dan Wakil Presiden, Ketua Umum Golkar, dan aktifis HMI. Saya tahu bahwa JK punya kemampuan yang baik, namun ia sudah berusia 72 tahun, itu artinya kalau terpilih harus bekerja sampai usia 77 tahun. Di usia tua seperti itu kemampuan pikir maupun fisik tentu akan mengalami penurunan. Indonesia perlu Cawapres yang masih fresh, dan mendukung tugas-tugas Presiden dengan baik dan cekatan.
Selain itu JK penuh intrik politik, misalnya, di lain waktu berkata Jokowi belum pantas menjadi Presiden, masih dini pengalamannya, akan celaka jika negeri ini dipimpin olehnya, namun ketika ia disunting sebagai Cawapres Jokowi menjadi oke.
Kemudian JK senang memojokkan orang lain, misalnya dengan mempertanyakan HAM kepada Prabowo dalam debat Capres dan Cawapres, padahal jika Prabowo mau ia dapat memojokkan balik dengan mempertanyakan “mengapa di zaman Anda berkuasa termasuk masa Mega masalah ini dibiarkan dan tidak diusut, mengapa harus Anda pertanyakan sekarang ketika Anda melihat saya jadi Capres?

Partai Politik.
Bagi sebagian orang, partai-partai pendukung Capres tidak diperhatikan, padahal partai tersebut sangat mempengaruhi kabinet yang akan dibangun nanti. Pandangan saya terhadap Capres Prabowo, ia didukung oleh partai-partai Islam dan partai berbasis Islam, serta partai nasionalis. Sedangkan Capres Jokowi didukung partai nasionalis dan 1 partai berbasis Islam.  

Jokowi didukung oleh PDIP yakni Partai yang paling keras menentang Islam, atau bahasa al-Qur’an-nya “wahuwa aladdul khishām”. Banyak rancangan undang-undang yang berpihak kepada kepentingan umat Islam ditolaknya, bahkan aksi walk out dari ruang sidang pun dilakukannya. Masih ingat dengan penolakan Undang-undang Pornografi, UU Produk Halal Haram, dan banyak lagi yang lainnya, dari PDIP, padahal jika dipikir regulasi tersebut sebenarnya untuk mengatur umat Islam jadi tidak ada umat yang dirugikan atasnya. Jadi mengapa saya harus mendukung Capres yang berasal dari partai penentang Islam. Jika saya mendukungnya artinya saya punya andil membesarkan partai itu untuk semakin leluasa menentang syari’at Islam. Padahal Anda tahu bahwa tokoh-tokoh Islam, para ulama, ustadz, dll, punya andil dalam memperjuangkan dan membesarkan bangsa ini. Bahkan kita harus tahu bahwa mereka sekarang sangat sulit berjuang di lapangan berdakwah menentang pornografi, pornoaksi, mencegah produksi makanan/minuman yang haram, dsb, namun mereka hanya mampu amar ma’ruf (mengajak kepada kebaikan saja), karena nahi munkar (mencegah kemunkarannya) yang paling efektif ada ditangan penguasa, termasuk para wakil rakyat pembuat aturan/UU. Kami tidak mau mendukung partai yang tidak memperjuangkan kepentingan kami. Ingat, PDIP adalah partai pemenang pemilu 2014, ia akan memiliki suara yang sangat signifikan di DPR, ia dapat bersinergi dengan pemerintah jika Jokowi menang. Kabatilan yang terorganisir akan mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir, demikian kata Saidina Ali ra. Kebijakan/regulasi akan sangat kuat pengaruhnya serta berdampak sistemik bagi masyarakat ketimbang isu lainnya.
Ini bukan isu SARA, tapi suara rakyat yang menghendaki supaya kepentingan kami sebagai umat Islam tidak dikesampingkan. Umat Islam sebagai pemeluk agama terbesar di Indonesia perlu regulasi yang mengatur kepentingannya.  

Lain halnya dengan Capres Prabowo, ia memang didukung oleh partai-partai yang didalamnya ada oknum anggotanya yang terindikasi korupsi, namun jika mau jujur berdasarkan data bukankah PDIP adalah partai terkorup, bahkan urutan nomor wahid berdasarkan rilis yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2002-2014.

Saya sangat tidak mentolelir korupsi karena korupsi pun menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat secara masif, idealnya memang Capres tidak didukung partai korup. Namun, fakta di hadapan kita tidak ada satu pun partai yang terbebas dari korupsi. Jadi alasan tidak didukung oleh partai yang korup nampaknya akan sulit didapat, jika demikian saya berpatokan kepada partai terkorup saja dan alasan-alasan lainnya.

Selain itu Prabowo diberhentikan dengan hormat dari jabatannya berdasarkan keputusan politik bukan keputusan hukum, namun Jokowi ditarik kesana-kemari berdasarkan permainan politik. Baru sekitar dua tahun disumpah sebagai Walikota di Solo (masa kepemimpinan kedua) sudah ditarik ke Jakarta, demikian juga baru sekitar dua tahun disumpah jadi Gubernur di Jakarta sudah ditarik jadi Capres. Ambisi berkuasa yang sedemikian rupa entah berasal dari Jokowi sendiri atau partai pengusungnya kelihatan sangat kental, dan tentu ini akan sangat merugikan masyarakat.
Betul apa kata JK akan hancur jika negeri ini dipimpin olehnya, karena belum terlihat prestasinya di Jakarta sudah ditarik jadi Capres.

Pelanggaran atas sumpah kepada Allah swt di atas al-Qur’an dan sumpah terhadap masyarakatnya yang dilakukan Jokowi dianggap biasa-biasa saja. Padahal sebagai seorang muslim sumpah itu adalah amanah dan janji, Allah swt dalam al-Qur’an bahkan menghukum orang yang ingkar janji karena bersumpah dengan ketentuan-ketentuan khusus yang harus ditebusnya sebagai pembebasan dari dosanya (lihat al-Maidah 5 : 89). Banyak pendukungnya yang menyatakan bahwa Jokowi tidak melanggar sumpah sebab ketika dilantik tidak disebutkan akan menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur selama lima tahun. Memang untuk melegalkan segala cara itu selalu saja ada alasannya. Masalahnya UU menyatakan bahwa Gubernur menjabat selama 5 tahun dan semua masyarakat Jakarta sudah mafhum bahwa Gubernur yang dipilih dan terpilih akan melaksanakan tugas selama lima tahun bukan dua tahun atau bukan kalau ada kepentingan politik belum selesai pun boleh meninggalkan tugas. Saya tidak ingin berbicara siapa penggantinya dan ada yang menggantikan karena tetap walaupun ada penggantinya dan ada yang menggantikannya, tujuannya Jokowi ingin meninggalkan Jakarta. Seandainya masyarakat tahu bahwa Jokowi sejak awal punya prinsip, jika ada kepentingan “politik” boleh meninggalkan tugas sekalipun belum selesai tugasnya, kira-kira masyarakat Jakarta mau tidak memilihnya? Saya jamin tidak ada yang mau memilihnya, karena itu di berbagai kesempatan kampanye Cagub, dia katakan, “saya akan menyelesaikan tugas saya selama lima tahun di Jakarta”, buktinya omong kosong bukan.

Karakter.
Tidak semua karakter Prabowo saya suka, namun banyak karakter darinya saya suka. Antara lain menghargai orang lain, sangat nasionalis, mempunyai kebesaran hati untuk mengakui kelebihan lawan, tidak sombong dan membanggakan diri, merakyat, menjaga amanah, sportifitas, perhatian terhadap bawahan, tidak munafik, tegas dan tidak ingkar janji. Bahkan memberi kesempatan kepada Jokowi untuk berbangga-bangga dalam debat Capres atas prestasi yang diakuinya di Jakarta sekalipun yang menghantarkannya jadi Gubernur salah satunya adalah Prabowo.
Namun dari Jokowi hanya sedikit karakter yang saya suka, antara lain sederhana dan merakyat saja, selebihnya kebalikan dari Prabowo.

Ketakwaan, Ilmu dan fisik.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam kepemimpin. Allah swt telah memerintahkan untuk memilih orang yang beriman sebagai pemimpin bagi orang yang beriman (al-Baqarah 2 : 28) bukan orang kafir. Kedua Capres ini muslim, dan muslim harus beriman kepada Allah swt. Dari segi ini saya tidak dapat membedakan mana yang lebih unggul diantaranya, sebab ketakwaan seseorang hanya Allah yang dapat menilainya. Namun ada isyarat yang disampaikan Allah dalam memilih pemimpin, ketika Allah mengangkat seorang raja dari Bani Israil, yakni pilihlah yang mempunyai kelebihan ilmu dan fisik (lihat al-Baqarah 2 : 247) bukan karena kekayaan atau dinasti. Ilmu dan fisik keduanya dimaksudkan untuk menunjang tugas-tugas kepemimpinan. Jika demikian kita selayaknya memilih pemimpin yang punya keluasan ilmu serta cerdas, dan fisik yang sehat serta kuat. Bagi saya Prabowo memenuhi unsur-unsur tersebut, ia cerdas (saya beserta teman-teman aktifis dan senat se-Indonesia tahun ’97 pernah dikumpulkan di Markas Kopassus Cijantung bukan untuk ditangkap atau diculik, disitulah saya tahu bahwa Prabowo menguasai 5 bahasa, memiliki data yang banyak, cerdas, dan siap berdebat dengan mahasiswa), suka membaca dan untuk menguatkan fisiknya ia punya kegemaran berkuda, memanah/menembak, dan berenang (lihat data KPU), ini tentu sesuai tuntunan Islam yang menyuruh kita semua mengajarkan anak untuk berenang, memanah dan berkuda. Sedangkan ilmu dan fisik Jokowi silahkan nilai sendiri.

Berdasarkan alasan dan penelusuran saya tersebut maka saya memilih Prabowo untuk menjadi Presiden RI periode 2014-2019. Pendapat saya ini dapat berubah jika ternyata di kemudian hari ada penemuan dan pemikiran baru terkait hal ini. Bismillah saya Pilih Nomor 1 Prabowo-Hatta.

Ditulis Oleh: Kinkin Mulyati, Aktivis Mahasiswa'98.







0 comments:

Post a Comment

Silahkan Masukan Kritik dan Saran Anda

 
Support : Kinkin Mulyati | Ahmad Saeful Muslim
Copyright © 2013. Kinkin Mulyati - All Rights Reserved
Created by Creating Website Published by Cherocheri
Proudly powered by Blogger