 |
The International Moslem Magazine, MARHABAN, MEDIA KEBERSAMAAN DALAM KEJAYAAN ISLAM |
KALAU ada kemauan pasti banyak jalan. Tapi, kalau kemauan
memang tidak ada, asalan pun tak kurang. Itulah kesimpulan dalam menilai
kesungguhan seseorang untuk memperoleh atau mencapai suatu perencanaan. Tidak
terkecuali bagi sebuah institusi maupun negara, semua terletak kepada sebuah
kemauan. Demikian pula halnya dengan Polri yang telah memberi wacana tentang
peraturan mengenakan jilbab (berhijab) untuk polwan, kuncinya adalah kemauan.
TATKALA Kapolri Jenderal Sutarman menyatakan akan
mengeluarkan aturan tentang izin mengenakan jilbab (berhijab) untuk polisi
muslimah, pada 13 November 2013 lalu, hal tersebut disambut suka cita beragam
pihak. Sayangnya langkah positif Kapolri itu berusia singkat. Karena tak lama
berselang polisi muslimah yang mulai mengenakan jilbab di berbagai daerah
kembali menanggalkannya menyusul Telegram Rahasia (TR) dari Wakapolri Komjen
Oegroseno ke seluruh jajaran Kepolisian di daerah untuk menunda penggunaan
jilbab Polwan.
 |
Kinkin Mulyati |
Ya, sekalipun TR Wakapolri itu disertai sejumlah alasan,
diantaranya ketidakadaannya keseragaman dan ketidakadaannya anggaran
menyeragamkan, tetap saja hal tersebut menyisakan tanda tanya besar bagi
sejumlah kalangan, diantaranya KINKIN MULYATI, Direktur Eksekutif Lembaga
Pembinaan Al-Qur’an Qira’atul Hafs (LPQ-QH), ketika dikonfirmasi MARHABAN,
Selasa (8/9) malam, mengaku kecewa atas penundaan peraturan penggunaan hijab
bagi polwan, berikut petikannya.
Bagaimana tanggapan Ibu terkait penundaan peraturan
berjilbab untuk Polwan ?
Jawab : Saya sangat kecewa
dengan Kapolri terkait hal ini, padahal pada bulan Desember 2013 DPR RI, Komisi
III telah meminta Kapolri untuk segera mengeluarkan PERKAP mengenai Polwan berjilbab,
namun hingga saat ini belum ada juga aturannya.
Saya heran di mana sesungguhnya letak keberatan Kapolri?
Apakah Kapolri masih ingin berargumentasi bahwa karena anggaran
dan keseragaman, dll. Ataukah memang ada
kendala lainnya? Jika ada kendala
sebaiknya Polri secara institusional memberikan penjelasan kepada masyarakat
juga pada Polwan yang mengenakan jilbab. Jika alasannya karena anggaran, saya yakin bahwa
Polwan yang mengenakan jilbab sangat tidak keberatan untuk mengeluarkan dana
sendiri demi menutup auratnya, sebagaimana diungkapkan seorang Polwan kepada saya. Dan, jika alasannya atas dasar keseragaman, maka
sesunggunya tidak ada yang sulit dalam hal ini, sebab Polwan di Aceh sudah
mengenakan jilbab sesuai aturan yang ada, jadi tinggal menyeragamkan saja, contohnya
sudah ada, apalagi? Toh, mereka sama-sama di bawah institusi Polri.
Saya sangat prihatin dengan penjelasan PolriI bahwa Polwan
yang menggunakan jilbab dianggap sebagai suatu pelanggaran jika belum ada
aturannya. Alasannya adalah karena seragam
jilbab tak tertuang dalam Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang
sebutan penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS polisi kecuali
untuk Polwan yang bertugas di Nangroe Aceh Darussalam. Kemudian jilbab hanya
dibolehkan bagi yang bertugas sebagai intel dan reserse. Mengapa harus ada pengecualian-pengecualian,
ini diskriminatif ? Jika alasannya belum ada aturan, lalu kapan aturannya dikeluarkan,
sesusah itukah Perkap dibuat?
Apa yang diperjuangkan AKBP Tien Abdullah, dkk itu sudah
lama, mereka butuh kepastian, kapan Kapolri mau mengeluarkan Perkab yang
membolehkan Polwan berjilbab?
Apa konsekuensi mengenakan jilbab bagi muslimah
?
Jawab : Menutup aurat bagi
muslimah adalah suatu kewajiban. Allah swt memerintahkan langsung dalam
al-Qur’an dalam surat An-Nuur 31 yang berbunyi :
وقل للمؤمنات
يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها وليضربن بخمرهن
على جيوبهن ولا يبدين زينتهن إلا لبعولتهن أو آبائهن أو آباء بعولتهن أو أبنائهن
أو أبناء بعولتهن أو إخوانهن أو بني إخوانهن أو بني أخواتهن أو نسائهن أو ما ملكت
أيمانهن أو التابعين غير أولي الإربة من الرجال أو الطفل الذين لم يظهروا على
عورات النساء ولا يضربن بأرجلهن ليعلم ما يخفين من زينتهن وتوبوا إلى الله جميعا
أيها المؤمنون لعلكم تفلحون
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Jadi berdasarkan ayat tersebut, jilbab bukanlah suatu
pelanggaran tapi merupakan kewajiban seorang muslimah. Bagi perempuan beriman
adanya perintah menutup aurat tidak akan dipikirkan begitu panjang keuntungan
maupun kerugian yang akan dialaminya, karena ini bukan jual beli. Sehingga perempuan
beriman tak akan berargumentasi dengan dalil-dalil yang tidak dibenarkan Nash.
Mereka akan menyambut perintah Allah ini dengan keikhlasan, ikhlas berhamba
kepada Allah. Oleh sebab itu, suatu kesalahan besar jika suatu institusi
melarang muslimah menggunakan jilbab, sebab pelarangan tersebut bertentangan
dengan syari’at Islam, bahkan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 E Ayat 1 dan 2,
jo Pasal 29 Ayat 2, yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya
itu.
Polwan mengenakan jilbab pun sesungguhnya tidak bertentangan
dengan Tribrata Polri, yaitu (1) Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh
ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. (2) Menjunjung tinggi kebenaran,
keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum negara kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. (3)
Senantiasa melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan keikhlasan
untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.
Memang sangat ironis, Indonesia negara yang mayoritas
penduduk muslim terbesar di dunia saat ini, seorang warganegaranya (muslimah) harus
berjuang keras untuk membela hak asasinya, demi menjalankan dan mengekspresikan
keyakinannya dengan mengenakan jilbab, bahkan tidak jarang mendapat
tekanan dan perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka yang tidak
menghendaki Polwan RI berjilbab. Berbeda dengan Canada, polisi perempuan atau
Polwan, di Edmonton, Alberta, Canada, kini diizinkan untuk memakai jilbab
sebagai bagian dari seragam mereka. Salah satu alasan diijinkannya Polwan
berjilbab di sana, karena hal ini merupakan sebuah upaya positif dari
lembaga kepolisian negara tersebut untuk lebih mencerminkan keanekaragaman yang
sedang terjadi di masyarakat, dan untuk memfasilitasi pertumbuhan minat karier
di kepolisian dari komunitas Muslim Edmonton.
Jika demikian, Polri harus belajar dari negara-negara
tersebut dalam mengakomodir aspirasi Polwan berjilbab.
Bagaimana upaya ibu bersama tokoh muslimah untuk
mewujudkan hijab bagi muslimah di semua elemen masyarakat ?
Jawab : Saya tidak punya
otoritas untuk memaksakan semua muslimah harus berjilbab, namun tugas seorang
muslim adalah mengajak serta mengingatkan umat Islam terutama muslimah untuk
mau menutup aurat, sebab itu adalah perintah agama. Oleh sebab itu, bagi
muslimah yang sudah memiliki kesadaran berhijab, harus diapresiasi bukan
menyuruh ditanggalkan kembali, ini berlaku untuk semua tidak terkecuali Polwan.
Hal ini merupakan salah satu upaya saya dalam rangka mewujudkan muslimah
berhijab dalam semua elemen masyarakat.
Sebagai bentuk solidaritas sesama muslimah
langkah apa yang harus dilakukan oleh para muslimah Indonesia?
Jawab : Sebagai muslimah kita
harus mendukung apa yang diperjuangkan Polwan (muslimah) berjilbab, mereka
adalah saudara-saudara kita yang terdzolimi, mereka harus dibantu agar hak
normatif mereka sebagai seorang muslimah dapat dilaksanakan dengan baik, tanpa
ada tekanan atau intimidasi dari pihak manapun.
Sebagaimana disabdakan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam,
bersabda: ‘Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti
Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa
yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di
dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti
Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong
hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya’. (HR. Muslim,)
Allah Swt dalam al-Qur’an Surah al-Hujuraat ayat 10 juga
berfirman :
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ }الحجرات
"Sesungguhnya mukmin itu bersaudara" (QS; al-Hujuraat:ayat
10)
Begitu juga dengan Hadits Nabi berikut ini:
"Tidak beriman seorang muslim itu sehingga dia
mencintai saudaranya
sepertimana dia mencintai buat dirinya" (Hadis Riwayat al-Bukhari)
Untuk itu, sebagai upaya solidaritas kepada Polwan
(muslimah) berjilbab, dan sekaligus merupakan bentuk tekanan terhadap Kapolri
agar mengeluarkan Perkap yang membolehkan Polwan berjilbab, kita sebagai
muslimah harus menggalang kekuatan dan
dukungan dari berbagai pihak, terutama tokoh - tokoh muslimah dari berbagai ormas
Islam, dan tidak terkecuali adalah muslimah yang berada di parlemen, mereka
harus berani bersuara dan mendesak Kapolri untuk segera mengeluarkan Perkap
tentang Polwan berjilbab.
Sebagai langkah kongkritnya, kita bisa melakukan kegiatan
pengumpulan satu juta tanda tangan atau
petisi kepada DPR, Kapolri, dan juga Presiden untuk turun tangan menyelesaikan
masalah ini secepatnya. (Sofiyah Prilestari)
Sumber : The
International Moslem Magazine, MARHABAN, MEDIA KEBERSAMAAN DALAM KEJAYAAN
ISLAM. www.marhaban-majalah.com,
Edisi April, 2014/Tahun 1, S-E ASIA & UEA. Nasional /Wathoniyah, halaman
41 – 42.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Masukan Kritik dan Saran Anda